Hai......mas bro,mbak bro sedikit informasi tentang makalah etika profesi keguruan semoga membantu tugas-tugas saudara...hehehehee.....
selamat membaca..:)
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
PENDAHULUAN
selamat membaca..:)
MAKALAH PROFESI KEGURUAN
PENDAHULUAN
Mendiknas Bambang Sudibyo adalah
pencanangan “Guru Sebagai Profesi”. Sebagai suatu profesi, guru
memerlukan kode etik. Draf kode etik guru di indonesia tersebut selain
diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari
para profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik
yang dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf
kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk
disahkan menjadi kode etik guru.
Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum kelar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya, para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena, dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka dididik guru-guru yang tidak layak dan asal-asalan.
Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara, mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh kelas berikutnya.
Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut.
A. Posisi Etika dalam pengembangan
profesionalisme guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;(3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
- Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
- Penguasaan ilmu yang kuat;
- Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
- Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
·
Kode Etik Guru
Pengaturan mengenai hubungan guru-
peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan
dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi
guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru.
Tetapi bila kita mencermati bunyi Pasal 8 draf kode etik di atas, terasa belum
jelas aturan mengenai relasi guru dengan murid. Ketidakjelasan juga dalam
pengaturan hubungan antara guru dan orangtua/wali murid (Pasal 9), masyarakat
(Pasal 10), sekolah dan rekan sejawat (Pasal 11), profesi (Pasal 12),
organisasi profesi (Pasal 13), dan pemerintah (Pasal 14). Ketidakjelasan relasi
guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan pelaksanaan UU
Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi
administratif, mengacu kode etik guru.
Bila rumusan kode etiknya tidak begitu
jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat
bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi
saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik
Guru Indonesia.
Berbeda misalnya kode etik yang
menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:
Ø Guru tidak boleh memberi les privat
kepada muridnya;
Ø Guru tidak boleh menjual buku
pelajaran atau benda-benda lain kepada murid;
Ø Guru tidak boleh berpacaran dengan
murid;
Ø Guru tidak boleh merokok di depan
kelas/murid;
Ø Guru tidak boleh melakukan
intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid,
Ø Guru tidak boleh melakukan penistaan
terhadap murid;
Ø Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam
kelas, dan sebagainya
Yang menjadi masalah bagi kalangan
pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana
guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik
guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh
komponen bangsa di mana pun berada.
Kaitannya dengan sertifikasi guru, saya
secara pribadi sangat setuju dengan pendapat Profesor Dr. H. Achmad Sanusi,
M.P.A. Idelanya, tim asesor datang langsung menguji dan meneliti kemampuan guru
dalam mengajar di depan kelas dan yang telah lulus sertifikasi pun ikut
sertifikasi ulang secara berkala dan berkesinambungan, misalnya lima tahun
sekali. Namun menurut informasi dari dinas terkait, yang menjadi kendala adalah
banyaknya guru yang akan disertifikasi belum sebanding dengan banyaknya tim
asesor yang ada hingga saat ini.
Sebagai solusi menanggulangi masalah
ini, terpaksa dengan penilaian portofolio seperti yang sekarang dilaksanakan.
Saya mengetahui informasi tersebut, sebab kebetulan saya sudah dinyatakan lulus
sertifikasi periode 2006. Kalau ada yang meragukan hasil dari penilaian
portofolio, sebaiknya kita semua harus memberikan masukan, saran, dan solusi
yang dianggap paling baik, efektif, efisien, dan accountable bukan hanya
mengkritisi, tanpa memberikan solusi.
Sebagai seorang guru yang bertugas di
daerah perdesaan, ujian sertifikasi itu hendaknya dilaksanakan sebelum
seseorang diangkat menjadi guru. Hal ini bisa diterapkan mulai pengangkatan
guru yang akan datang. Dengan kata lain, ujian penerimaan CPNS khusus guru
bahkan kalau bisa, diberlakukan sejak ujian penerimaan calon mahasiswa baru
fakultas pendidikan di semua perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh
Indonesia, materinya mengambil dari standar minimal kelayakan calon guru
Indonesia/SMKCGI. Yang kisi-kisinya atau kalau mungkin soal-soalnya juga
ditentukan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dan bisa
dikembangkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Atau mengacu
kepada standar kompetensi dan kualifikasi berdasar pada PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI Standar Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan.
Dengan membaca PP No. 19 Tahun 2005
akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang profesional
tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi persyaratan.
Setelah diberlakukannya uji sertifikasi yang diikuti dengan mendapatkan
tunjangan profesi bagi guru, diharapkan ada peningkatan kesejahteraan yang
diikuti dengan peningkatan kinerja.
·
Berikut
adalah isi kode etik guru
- Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila
- Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
- Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
- Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya
- Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional
- Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
- Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
·
ETOS
KERJA DAN PROFESIONALISME GURU
Profesi diukur berdasarkan
kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita
mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu: profesi, semi profesi,
terampil, tidak terampil, dan quasi profesi.
Gilley dan Eggland (1989)
mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana
keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini
meliputi aspek yaitu :
a. Ilmu
pengetahuan tertentu
b. Aplikasi
kemampuan/kecakapan, dan
c. Berkaitan
dengan kepentingan umum
Aspek-aspek yang terkandung dalam
profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran profesi guru.
Proses profesional adalah proses
evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk
mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan status)..
B.
Peran Guru Sebagai Profesi Dalam
Praksis Pendidikan
Media, Teknologi, dan Pembelajaran peran
dari media dan teknologi di dalam kelas, ini tergantung akan seberapa jauh
mereka memahami akan bagaimana masyarakat telah belajar menggunakannya.
Dibawah ini ada beberapa perspektif
yang berkaitan dengan psychological perspectives on learning: Behaviorist
Perspective Pada pertengahan 1950an, fokus belajar berawal dari pembentukan
stimulus kepada pembelajar untuk merespons stimulus tersebut. Skinner mendemonstrasikan
bahwa behavior dari suatu organisme dapat dibentuk oleh penguatan, guru dapat memberikan
umpan balik pada koreksi paper, pesan elektronik dari komputer, sistem penilain
dari suatu lomba, atau dengan cara yang lain.
Realistic contexts. Kita cenderung lebih suka
mengingat dan menerapkan pengetahuan yang disampaikan dalam konteks dunia
nyata; pembelajaran hafalan mengantar untuk ”inert knowledge”, dimana kita
mengetahui sesuatu tetapi tidak pernah menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Social interaction. Rekan pengajar yang
bekerja sebagai guru privat atau anggota sebagai penuntun dalam proses pembelajaran,
pendidik (guru) berhak menguji media dan teknologi dalam konteks belajar dan
itu berdampak pada hasil belajar siswa.
LEARNING Belajar adalah proses
pengembangan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, atau pengembangan tingkah
laku sebagai interaksi individu, menyangkut fasilitas-fasilitas fisik,
psikologis, metode pembelajaran, media, dan teknologi. Belajar adalah proses
yang dilakukan sepanjang waktu oleh individu manapun. Dengan demikian, belajarlah
profesional dalam bidang ini: ”teori dan praktek mendesain, pengembangan,
penggunaan, manajemen, dan proses evaluasi, dan sumber pembelajaran” (Seels
& Richey, 1994). Saat ini, ketika sebagian besar orang mendengar kata
teknologi, mereka akan berpikir mengenai produk teknologi seperti; komputer, CD
Player, dan pesawat ruang angkasa. Ini merupakn satu jenis teknologi yang akan
menjadi acuan bagai seorang teknolog pembelajaran untuk digunakan dengan tujuan
pembelajaran.
Perubahan ini sangat esensial,
karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran, pendidik (guru) berhak
menguji media dan teknologi dalam konteks belajar dan itu berdampak pada hasil
belajar siswa. LEARNING Belajar adalah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan
Dalam sejarah, media dan teknologi memiliki pengaruh terhadap pendidikan.
Contohnya, komputer dan internet telah mempengaruhi proses pembelajaran sampai
saat ini. Aturan-aturan dari pendidik dan pebelajar telah berubah karena
dipengaruhi media dan teknologi yang digunakan di dalam kelas.Perubahan ini
sangat esensial,karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran, pendidik
(guru) berhak menguji media dan teknologi dalam konteks belajar dan itu
berdampak pada hasil belajar siswa.
LEARNING Belajar adalah prosespengembangan
pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, atau pengembangan tingkah laku sebagai
interaksi individu, menyangkut fasilitas-fasilitas fisik, psikologis, metode
pembelajaran, media, dan teknologi. Belajar adalah proses yang dilakukan
sepanjang waktu oleh individu manapun.Dengan demikian, belajar adalah proses yang
melibatkan proses seleksi, pengaturan, dan penyampaian pesan yang pantas kepada
lingkungan dan bagaimana cara pebelajar berinteraksi dengan informasi tersebut.
Dengan demikian hal ini melihat beberapa pandangan-pandangan psikologis dan
pandangan-pandangan filsafat.
C.
Kesimpulan
Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang akan
mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode
etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang
melanggar.
Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah
profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah
profesi tentu akan meningkatkan salary mereka, sehingga mereka tidak perlu
mencari obyekan lain untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan
demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk pengembangan keahliannya.
Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan prestise pekerjaan guru.
ü Saran
Yang perlu diatur dalam kode etik
guru adalah apa yang boleh dan tidak boleh atau pantas dan tidak pantas
dilakukan seorang guru. Indikator "boleh-tidak boleh dan pantas-tidak
pantas" suatu tindakan harus jelas agar memberi arah jelas untuk bertindak
atau menilai apakah seorang guru melanggar kode etik atau tidak. Bila indikator
"boleh-tidak boleh atau pantas-tidak pantas" itu tidak jelas, baik
bagi guru maupun orang lain, sulit untuk menilai apakah guru itu melanggar kode
etik atau tidak.
DAFTAR
PUSTAKA
Supriadi, D.
1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.
Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.
http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/penerapan-kode-etik-pada-profesi-guru.html
Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.
http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/penerapan-kode-etik-pada-profesi-guru.html